Sabtu, 27 Februari 2016

Book Review : Brandmade – Mengubah Just Friends Menjadi Soulmates by Amalia E. Maulana





Sebenernya sudah lama saya dapet buku ini, hadiah langsung dari penulisnya, Bu Amalia, ketika business visit ke Etnomark 2013 lalu. Merupakan branding solution series yang lahir setelah mengamati ada mispersepsi tentang pemahaman branding. Beliau bercerita bahwa sebenernya branding merupakan proses pencapaian cita-cita perusahaan melalui brandnya, bukan semata-mata kegiatan marketing communication aja. Selain itu, banyak perusahaan yang hanya berfokus pada external branding, padahal internal branding yang baik akan membantu external branding lho. Jadi gak hanya berfokus pada konsumen aja tapi juga seluruh stakeholders.

Saya jadi ingat dulu waktu kuliah, malas baca buku teori tentang brand karena bahasa yang terlalu “tinggi”, njlimet dan bikin bosan hehe Tapi beda waktu baca Brandmate, bahasa yang ringan tapi berbobot ini memudahkan saya memahami konsep branding lebih dalam. Apalagi, beliau menganologikan proses branding dengan konsep pertemanan yang sering saya temui di kehidupan sehari-hari, membuat saya yang membaca serasa belajar berteman dengan brand. Brandmate ini berisi beberapa topik seperti Brand Transformation, Building a Strong Brand, Brand adalah Janji, Customer Pain Point, Customer Value Management, Brand Audit, dan I-Brand: The CEO of Me Inc. Oh ya, tiap topiknya juga ada study case dari fenomena terkini saat itu yang dimuat di berbagai media cetak nasional dan digital lho jadi membuat buku ini lebih mudah dicerna. Buat saya si anak cupu bisa bilang "o o o gitu maksudnya, ya ya ya" saat baca buku ini hehe

Nah buat kalian calon akademisi dan praktisi pemasaran highly recommended dan cocok banget jadiin buku ini sebagai salah satu koleksi. Inget, mengubah dari teman biasa jadi teman sejati itu gak mudah, butuh proses. So tunggu apalagi? Yuk belajar dari sekarang :))

Jumat, 19 Februari 2016

explore tiga warna, malang (again)



Kali ini cerita mbak bolang main ke pantai Malang, sebelumnya udah beberapa kali ngetrip ke Goa Cina, Bajul Mati, Balekambang, Clungup dan Gatra. Tapi untuk menuntaskan misi ke Tiga Warna akhirnya Maret taun lalu 6 anak bolang memulai ekspedisi ini haha 


Kita masuk lewat sendang biru, lalu ke arah tower pelelangan ikan. Setelah nitip sepeda motor di rumah warga sekitar, kita mulai perjalanan. Trip kali ini beda dari yang sebelumnya, hari itu cerah jadi jalanan gak becek haha. Setelah 15 menit perjalanan melewati lahan warga, kita nyampek di pos registrasi, disini barang bawaan kita bakal dicek dan dicatat. Oh ya kalau mau ke Tiga Warna kita harus pake guide, 75rb/rombongan maks 10orang. Kita juga diminta membayar uang masuk 5rb per orang buat donasi konservasi mangrove. Kalau kalian mau nanam sendiri juga bisa lho. 

 
Kita kesana waktu pantai ini belum terlalu ngehits, jadi cuma ada dua rombongan aja. Oke kita lanjut ngetrack ya, pantai pertama Clungup, kita disambut banyak mangrove disini, mereka kokoh tak tertandingi hahaha, air pantainya coklat, gak berombak dan baru tau ternyata ini muara dari segala pantai.

 
Next beach ya, sekitar 5-10 menit sampek Gatra, dua kali ke tempat ini gak ada bosennya, suka ombaknya, pasirnya, duh ngangenin.


Setelah foto-foto bentar, kita lanjut ke Pantai Savana, Pantai Mini, dan Pantai Batu Pecah, di 3 pantai itu kita gak lama karna waktu yang terbatas, pokoknya kita mau cepet-cepet snorkeling di hidden paradise of Malang. Selama ekspedisi ini, kita disuguhi panorama yang manjain mata banget, ngeliat pantai dari atas, naik turun bukit yang lumayan terjal, kepleset karna tanah liatnya licin tapi semuanya seru dan kebayar pas tiba di Tiga Warna. Masya Allah, pantai pasirnya putih, halus, warna airnya bener-bener ada 3, agak bening, hijau, sama biru. Gak pake lama, langsung aja kita nyemplung buat snorkeling, this is my first, awal-awal gak bisa wkwk tapi berkat bantuan instruktur Arif dan Fuad, Kenne and me did it. Yeyeye bisa liat karang, ikan-ikan lagi nari, duh terbaik lah. Okto sama Ahok udah tepar, mereka jadi juru foto deh ahaha oh ya, sewa alat snorkelingnya 15ribu


Setelah puas main dan udah sore juga, kita cus balik. Kalau dari pos registrasi ke Tiga Warna ±40menitan, pulang 20menitan. Setelah bersih diri di Sendang Biru, jam 7 malem kita cus Surabaya. Nyetir motor udah gak konsen karna cuapek akhirnya kita mutusin buat tidur di pom bensin Malang. Gak punya duit buat nyewa motel sih hiks huahahaha Setelah subuh lanjut ke Surabaya, Alhamdulillah kita tiba dengan selamat hahaha Bener-bener seru, pengalaman pertama snorkeling, pengalaman pertama tidur di pom, pengalaman pertama bolang sama temen-temen ini. Kauweren, suwun ya rek, suwun mas Felix, our handsome guide huahaha!

 PS : Foto-fotonya campuran dari trip sebelumnya, gak ada foto snorkeling, belum punya gopro :(

Sabtu, 06 Februari 2016

merbabu, aku merindu



An unexpected journey, mungkin kata yang tepat mewakili 4 hari perjalanan menuju negeri atas awan Merbabu. Sebenernya saya bukan traveler yang handal, mental begitu cupu saat diajak mendaki gunung di atas 3000 mdpl pertama kali. Track curam, sedikit sumber air, bebatuan, dan bukan gunung yang direkomendasikan buat pemula, itu yang banyak saya dengar. Antara seneng, penasaran, khawatir bercampur jadi satu. Tapi tekad udah bulat, you have to face your fear to go further, right?

Jenuhnya menunggu bis mempertemukan saya dengan pendaki lain, asing tapi kita tidak mengasingkan diri. Canda tawa membunuh bosan sambil menanti kapan armada ini membawa kami menuju kota sejuta bunga. Elf kuning dan truk pick up menjadi kendaraan paling memorable selama ekspedisi ini. Ban bocor yang memaksa kami tidur di emperan toko, was-was menanti sopir yang membawa barang bawaan kami, dan tersesat hampir tiga kali karna kurangnya penerangan, tapi ternyata kota ini punya orang-orang yang bertanggungjawab mengantarkan kami sampai tujuan.

Tepat subuh kami tiba di desa Genikan lereng Merbabu, dingin menusuk tulang sedari tadi. Bersyukur bertemu warga yang berbaik hati menawarkan tempat singgah untuk menghangatkan diri. Matahari sudah mulai menampakkan diri, saat itu pula warga sekitar berangkat menuju ladangnya, senyum hangat menyapa kami. Mereka tertawa dan tampak bahagia, kesederhanaan dan kearifan yang tidak banyak saya temui di kota besar.  


Setelah selesai persiapan dan berdoa, mulailah langkah kami menapaki jalan menuju puncak 3142 mdpl. “Puncak itu bonus, pulang ke rumah dengan selamat adalah tujuan” kalimat itu yang selalu saya ingat ketika mendaki. Gunung bukan tempat memaksakan ego, tapi tempat kita belajar sabar dan ikhlas. Tapak demi tapak 15 jam perjalanan pulang pergi, bukan cuma lelah fisik tapi juga pikiran. Melewati bukit terjal, jalan bebatuan, berkamuflase seperti cicak saat melewati jembatan setan dimana kanan kirinya jurang, terpeleset karna salah pijakan sambil bilang “ngapain sih pake kesini?”,  belum lagi harus berhemat air karena persediaan yang menipis. Tapi semua itu terbayar dengan indahnya padang sabana, hijaunya dedauan, birunya langit, cantiknya edelweis, putihnya lautan awan, warna-warni senja penutup hari, dan menggodanya Merapi di seberang. Entah, setiap gunung punya khas untuk menyematkan rindu di hati.

 


Pelajaran berharga juga saya dapat dari mereka, my travelmate, SNI begitu kita menyebutnya, 11 pendaki dengan karakter berbeda, yang saling berbagi semangat dan perbekalan, tidak lagi punyamu punyaku tapi punya kita bersama. Sesederhana itu untuk hidup bahagia. Hidup ini perjalanan dan setiap perjalanan punya cerita masing-masing.  Ini bukan soal kita pergi kemana, tapi dengan siapa kita melakukan perjalanan. Ini bukan soal berapa lama kamu bepergian, tapi apa yang sudah kamu dapatkan. Belum pernah bertemu sebelumnya, tapi rasanya seperti keluarga. Senang mengenal kalian, semoga kita bisa menjelajahi bumi nusantara di lain hari :)