Sabtu, 06 Februari 2016

merbabu, aku merindu



An unexpected journey, mungkin kata yang tepat mewakili 4 hari perjalanan menuju negeri atas awan Merbabu. Sebenernya saya bukan traveler yang handal, mental begitu cupu saat diajak mendaki gunung di atas 3000 mdpl pertama kali. Track curam, sedikit sumber air, bebatuan, dan bukan gunung yang direkomendasikan buat pemula, itu yang banyak saya dengar. Antara seneng, penasaran, khawatir bercampur jadi satu. Tapi tekad udah bulat, you have to face your fear to go further, right?

Jenuhnya menunggu bis mempertemukan saya dengan pendaki lain, asing tapi kita tidak mengasingkan diri. Canda tawa membunuh bosan sambil menanti kapan armada ini membawa kami menuju kota sejuta bunga. Elf kuning dan truk pick up menjadi kendaraan paling memorable selama ekspedisi ini. Ban bocor yang memaksa kami tidur di emperan toko, was-was menanti sopir yang membawa barang bawaan kami, dan tersesat hampir tiga kali karna kurangnya penerangan, tapi ternyata kota ini punya orang-orang yang bertanggungjawab mengantarkan kami sampai tujuan.

Tepat subuh kami tiba di desa Genikan lereng Merbabu, dingin menusuk tulang sedari tadi. Bersyukur bertemu warga yang berbaik hati menawarkan tempat singgah untuk menghangatkan diri. Matahari sudah mulai menampakkan diri, saat itu pula warga sekitar berangkat menuju ladangnya, senyum hangat menyapa kami. Mereka tertawa dan tampak bahagia, kesederhanaan dan kearifan yang tidak banyak saya temui di kota besar.  


Setelah selesai persiapan dan berdoa, mulailah langkah kami menapaki jalan menuju puncak 3142 mdpl. “Puncak itu bonus, pulang ke rumah dengan selamat adalah tujuan” kalimat itu yang selalu saya ingat ketika mendaki. Gunung bukan tempat memaksakan ego, tapi tempat kita belajar sabar dan ikhlas. Tapak demi tapak 15 jam perjalanan pulang pergi, bukan cuma lelah fisik tapi juga pikiran. Melewati bukit terjal, jalan bebatuan, berkamuflase seperti cicak saat melewati jembatan setan dimana kanan kirinya jurang, terpeleset karna salah pijakan sambil bilang “ngapain sih pake kesini?”,  belum lagi harus berhemat air karena persediaan yang menipis. Tapi semua itu terbayar dengan indahnya padang sabana, hijaunya dedauan, birunya langit, cantiknya edelweis, putihnya lautan awan, warna-warni senja penutup hari, dan menggodanya Merapi di seberang. Entah, setiap gunung punya khas untuk menyematkan rindu di hati.

 


Pelajaran berharga juga saya dapat dari mereka, my travelmate, SNI begitu kita menyebutnya, 11 pendaki dengan karakter berbeda, yang saling berbagi semangat dan perbekalan, tidak lagi punyamu punyaku tapi punya kita bersama. Sesederhana itu untuk hidup bahagia. Hidup ini perjalanan dan setiap perjalanan punya cerita masing-masing.  Ini bukan soal kita pergi kemana, tapi dengan siapa kita melakukan perjalanan. Ini bukan soal berapa lama kamu bepergian, tapi apa yang sudah kamu dapatkan. Belum pernah bertemu sebelumnya, tapi rasanya seperti keluarga. Senang mengenal kalian, semoga kita bisa menjelajahi bumi nusantara di lain hari :) 



0 komentar:

Posting Komentar