An unexpected journey, mungkin kata yang tepat mewakili 4 hari
perjalanan menuju negeri atas awan Merbabu. Sebenernya saya bukan traveler yang
handal, mental begitu cupu saat diajak mendaki gunung di atas 3000 mdpl pertama
kali. Track curam, sedikit sumber
air, bebatuan, dan bukan gunung yang direkomendasikan buat pemula, itu yang banyak
saya dengar. Antara seneng, penasaran, khawatir bercampur jadi satu. Tapi tekad
udah bulat, you
have to face your fear to go further, right?
Jenuhnya menunggu bis mempertemukan
saya dengan pendaki lain, asing tapi kita tidak mengasingkan diri. Canda tawa
membunuh bosan sambil menanti kapan armada ini membawa kami menuju kota sejuta
bunga. Elf kuning dan truk pick up menjadi
kendaraan paling memorable selama
ekspedisi ini. Ban bocor yang memaksa kami tidur di emperan toko, was-was
menanti sopir yang membawa barang bawaan kami, dan tersesat hampir tiga kali
karna kurangnya penerangan, tapi ternyata kota ini punya orang-orang yang bertanggungjawab
mengantarkan kami sampai tujuan.
Tepat subuh kami tiba di desa
Genikan lereng Merbabu, dingin menusuk tulang sedari tadi. Bersyukur bertemu warga
yang berbaik hati menawarkan tempat singgah untuk menghangatkan diri. Matahari
sudah mulai menampakkan diri, saat itu pula warga sekitar berangkat menuju
ladangnya, senyum hangat menyapa kami. Mereka tertawa dan tampak bahagia, kesederhanaan
dan kearifan yang tidak banyak saya temui di kota besar.
Setelah selesai persiapan dan
berdoa, mulailah langkah kami menapaki jalan menuju puncak 3142 mdpl. “Puncak
itu bonus, pulang ke rumah dengan selamat adalah tujuan” kalimat itu yang
selalu saya ingat ketika mendaki. Gunung bukan tempat memaksakan ego, tapi
tempat kita belajar sabar dan ikhlas. Tapak demi tapak 15 jam perjalanan pulang
pergi, bukan cuma lelah fisik tapi juga pikiran. Melewati bukit terjal, jalan
bebatuan, berkamuflase seperti cicak saat melewati jembatan setan dimana kanan
kirinya jurang, terpeleset karna salah pijakan sambil bilang “ngapain sih pake
kesini?”, belum lagi harus berhemat air karena
persediaan yang menipis. Tapi semua itu terbayar dengan indahnya padang sabana,
hijaunya dedauan, birunya langit, cantiknya edelweis, putihnya lautan awan, warna-warni
senja penutup hari, dan menggodanya Merapi di seberang. Entah, setiap gunung
punya khas untuk menyematkan rindu di hati.
Pelajaran berharga juga saya
dapat dari mereka, my travelmate, SNI
begitu kita menyebutnya, 11 pendaki dengan karakter berbeda, yang saling
berbagi semangat dan perbekalan, tidak lagi punyamu punyaku tapi punya kita
bersama. Sesederhana itu untuk hidup bahagia. Hidup ini perjalanan dan setiap
perjalanan punya cerita masing-masing. Ini
bukan soal kita pergi kemana, tapi dengan siapa kita melakukan perjalanan. Ini
bukan soal berapa lama kamu bepergian, tapi apa yang sudah kamu dapatkan. Belum
pernah bertemu sebelumnya, tapi rasanya seperti keluarga. Senang mengenal
kalian, semoga kita bisa menjelajahi bumi nusantara di lain hari :)
0 komentar:
Posting Komentar